Kawasan Asia Pasifik dianggap luas penting bagi kemakmuran dan keamanan Amerika pada masa depan. Pemerintahan Obama telah berupaya meningkatkan pengaruhnya di kawasan itu. Tetapi dampak upaya tersebut tergantung pada hasil akhir persaingan menuju Gedung Putih yang berlangsung sengit. .
Ketegangan meningkat terkait Laut China Selatan, Korea Utara meningkatkan ancaman nuklirnya, Amerika dan China bersaing dalam industri perdagangan yang berkembang pesat. Berbagai isu mendesak di Asia Pasifik telah menanti presiden Amerika mendatang.
Tetapi retorika pedas dalam pemilu telah memudarkan harapan bagi penyeimbangan kembali kebijakan Amerika di kawasan tersebut.
"Ini benar-benar merongrong kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki banyak pihak di kawasan mengenai kelangsungan komitmen Amerika, stabilitas demokrasi kita sendiri. Menurut saya tidak ada presiden yang akan bisa mengabaikan isu-isu tersebut,” kata Jonathan Pollack, dari Pusat Kajian Asia Timur di Brooking Institution.
Calon presiden dari partai Demokrat Hillary Clinton mendukung kebijakan penyeimbangan kembali kebijakan Amerika di kawasan Asia Pasifik. Tetapi di bawah tekanan politik, ia menolak landasan ekonominya, yaitu Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).
“Saya menolaknya sekarang, saya akan menolaknya setelah pemilu, dan sebagai presiden saya akan menolaknya,” ujar Clinton.
Tetapi sikapnya telah melunak, kata para pakar.
“Menurut saya dalam beberapa pernyataan terbarunya, ia tampaknya berupaya menciptakan keleluasaan yang sedikit lebih besar, fleksibilitas yang agak lebih besar,” imbuh Pollack.
Sewaktu Clinton menjabat menteri luar negeri, Kurt Campbell menjadi asistennya untuk urusan Asia Timur dan Pasifik.
"Clinton telah bersikap sangat jelas bahwa ia tidak dapat menyetujui perjanjian perdagangan TPP seperti yang sekarang sedang dirundingkan. Namun pada saat bersamaan, ia juga mengakui bahwa suatu bentuk pengaturan perdagangan perlu dimajukan," kata Kurt Campbell.
Calon presiden dari partai Republik Donald Trump telah mengesampingkan perjanjian perdagangan apapun. Ia juga membuat sekutu Amerika, Jepang, khawatir dengan mengatakan bahwa ia mungkin akan meninggalkan kewajiban dalam perjanjian untuk melindungi negara itu.
“Jika Jepang diserang, kita harus terlibat, mungkin dengan Perang Dunia ke-tiga, bukan? Jika kita diserang, Jepang tidak perlu berbuat apapun. Mereka dapat berdiam di rumah saja dan menonton televisi Sony, bukan?,” kata Donald Trump.
“Ada keprihatinan yang dalam mengenai apa yang akan ditimbulkan oleh kepresidenan Trump,” kata Pollack.
"Ini saatnya kembali dan mulai dari awal serta melakukan penilaian penuh mengenai seperti apa seharusnya strategi kita untuk menghadapi berbagai tantangan. Ini bukan berarti harus mengubah semuanya dan mempertanyakan hubungan atau persahabatan yang kita miliki di Asia,” kata Peter Hoekstra mantan anggota Kongres Amerika yang menjadi penasihat Trump.
Hubungan dengan sekutu lama lainnya, Filipina, semakin tegang.
Presiden Rodrigo Duterte telah mengancam akan berpaling dari Amerika. “Saya akan berpisah dengan Amerika. Saya lebih baik berpaling ke Rusia atau China,” katanya.
Pernyataan itu semakin menantang tujuan Amerika untuk menjadi penyeimbang yang kuat bagi China yang mulai bangkit. [uh/lt]