Tautan-tautan Akses

AS Dikritik karena Tak Ambil Tindakan terhadap Putra Mahkota Saudi


Putra mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (foto: dok).
Putra mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (foto: dok).

Ketika Amerika mendeklasifikasi laporan intelijen tentang pembunuhan kolumnis surat kabar Washington Post Jamal Khashoggi, seorang pembangkang Arab Saudi terkemuka lain menerima ancaman pembunuhan.

“Kamu akan mengalami nasib yang sama seperti Khashoggi,” tulis komentar dalam bahasa Arab yang dipasang sebagai balasan atas salah satu cuitan Abdullah Alaoudh di Twitter.

Analis Timur Tengah yang berkantor di Washington DC, dosen tamu di Universitas George Washington dan kerap menulis tentang Arab Saudi, Abdullah Alaoudh menuduh kerajaan itu berada di balik ancaman daring yang menurutnya telah diterimanya “setiap hari.”

Alaoudh tidak sendiri. Sejak kematian Khashoggi di kantor konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada Oktober 2018, sejumlah aktivis juga telah menerima ancaman dari kerajaan atau diberi peringatan oleh negara-negara Barat akan kemungkinan terjadinya ancaman.

Agnes Callamard, telah dua kali menerima "ancaman" dari pejabat Saudi (foto: dok).
Agnes Callamard, telah dua kali menerima "ancaman" dari pejabat Saudi (foto: dok).

Pelapor Khusus PBB tentang Pembunuhan di Luar Hukum, Agnes Callamard, yang juga menyelidiki kematian Khashoggi, mengatakan kepada The Guardian pada Selasa lalu (23/3) bahwa seorang pejabat senior Arab Saudi telah dua kali menyampaikan ancaman terhadapnya selama pertemuan PBB itu.

Meskipun tinggal di Amerika, Alaoudh mengatakan ia tidak benar-benar merasa aman hingga Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dijatuhi sanksi atas perannya dalam pembunuhan Khashoggi.

Laporan intelijen yang dirilis oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional (DNI) bulan lalu menyimpulkan bahwa putra mahkota itu “menyetujui operasi di Istanbul, Turki, untuk menangkap atau membunuh wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi.”

Arab Saudi menyangkal laporan itu dan menyebut temuan itu “negatif, salah dan tidak dapat diterima.”

“Kami kira ia tidak akan berhenti,” ujar Alaoudh kepada VOA lewat pesan teks, merujuk pada putra mahkota itu. “Ia (Mohammed bin Salman.red) mengira dapat terlepas dari pembunuhan ini. Ia benar. Ia bebas dari pembunuhan ini,” ujarnya.

Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington DC tidak menanggapi permohonan VOA untuk memberikan komentar.

Untuk saat ini, ujar Alaoudh, ia mengambil langkah berjaga-jaga, termasuk tidak melakukan perjalanan dulu karena khawatir ia akan menjadi sasaran empuk di luar Amerika.

Alaoudh, yang berusia 37 tahun, berteman baik dengan Khashoggi yang melarikan diri dari Arab Saudi tak lama setelah Mohammed bin Salman menjadi putra mahkota pada 2017, posisi yang secara de facto mengontrol urusan dalam dan luar negeri Arab Saudi.

Alaoudh dan Khashoggi berupaya mendapatkan suaka politik di Amerika dan kerap tampil bersama membedah kerumitan politik Arab Saudi. Pandangan dan kritik mereka atas Arab Saudi bertentangan dengan citra Mohammed bin Salman yang berupaya menampilkan dirinya sebagai pemimpin muda yang progresif dengan melonggarkan pembatasan-pembatasan sosial, seperti larangan mengemudikan kendaraan bagi perempuan.

Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki
Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki

Pemerintah Amerika telah membela keputusannya untuk tidak menjatuhkan sanksi terhadap putra mahkota itu dengan mengatakan, Amerika umumnya tidak memasukkan pemimpin suatu negara yang “memiliki hubungan diplomatik” dengan negara ini ke dalam daftar hitam,” ujar juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dalam sebuah wawancara di televisi.

Sebaliknya, pemerintahan Biden pada Februari lalu telah menarget lebih dari 70 pejabat tingkat rendah dengan menjatuhkan sanksi ekonomi dan pembatasan visa.

Alaoudh masih memiliki keluarga di Arab Saudi. Ayahnya, Salman Alaoudh, dan lebih dari selusin anggota keluarga lainnya telah dipenjara sejak Mohammed bin Salman berkuasa. Salman Alaoudh dipenjara pada 2017 karena cuitan yang dipasang di akunnya, yang memiliki 13 juta pengikut (followers). Termasuk doa yang disampaikannya tentang pemulihan hubungan Arab Saudi dan Qatar.

Salman Alaoudh yang berusia 64 tahun dapat menghadapi hukuman mati jika terbukti bersalah dalam beberapa tuduhan, termasuk terorisme dan “korupsi.”

Alaoudh mengatakan ia yakin aktivismenya di Amerika merupakan alasan otoritas di Arab Saudi menghukum ayahnya yang sakit-sakitan.

"Mereka menginterogasi ayah saya di penjara karena cuitan atau apa yang saya sampaikan, tetapi saya tidak akan pernah berhenti karena jika saya berhenti atau menahan diri, mereka akan menggunakannya lagi dan semakin mengintimidasi kami,” tegas Alaoudh. [em/lt]

XS
SM
MD
LG