Menteri Pertahanan Amerika Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong-hyun, pada Rabu (30/10), mendesak Korea Utara untuk menarik sekitar 10.000 tentaranya dari Rusia, yang diyakini kedua negara itu akan berperang bersama Rusia dalam perangnya di Ukraina.
“Mereka (AS dan Korea Selatan.red) melakukan ini karena Putin telah kehilangan banyak pasukan. Dan, Anda tahu, dia punya pilihan untuk meminta bantuan pihak lain, atau dia bisa memobilisasi (tentaranya). Dan dia tidak ingin melakukan mobilisasi, karena rakyat Rusia akan mulai memahami besarnya kerugian yang dia alami, kerugian yang mereka alami,” kata Austin dalam konferensi pers bersama di Pentagon.
Lebih dari setengah juta tentara Rusia tewas atau mengalami luka-luka di Ukraina sejak Rusia melancarkan invasi ilegal besar-besaran pada 24 Februari 2022, kata para pejabat AS. Rusia, kata mereka, kini beralih ke negara paria Korea Utara untuk memperkuat pasukannya.
“Kim Jong Un tidak segan-segan menjual pemuda dan pasukannya sebagai tentara bayaran yang menjadi umpan meriam,” kata Kim. “Saya yakin aktivitas seperti itu merupakan kejahatan perang yang tidak hanya anti-kemanusiaan namun juga anti-damai.”
Negara-negara Barat telah menyatakan keprihatinannya mengenai apa yang akan diperoleh rezim Kim Jong Un sebagai imbalan dari Moskow atas pasukannya. Korea Utara sedang menghadapi sanksi-sanksi internasional karena program rudal balistik nuklir terlarangnya.
Menteri Pertahanan Korea Selatan mengatakan kemungkinan besar Korea Utara akan meminta teknologi senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua sebagai imbalan atas pasukannya, sehingga meningkatkan ancaman keamanan di Semenanjung Korea dan di seluruh dunia.
Pertemuan DK PBB
Di PBB, Ukraina – dengan dukungan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Slovenia dan Malta – meminta Dewan Keamanan bertemu untuk membahas perkembangan tersebut.
Utusan Rusia menolak pertemuan itu dengan mengatakan pertemuan tersebut diadakan untuk menodai Rusia dengan lebih banyak kebohongan dan disinformasi, dan menambahkan bahwa informasi keberadaan pasukan Korea Utara di Rusia merupakan “kebohongan nyata.”
Komentar Duta Besar Vassily Nebenzia tampaknya bertentangan dengan Putin, yang pekan lalu tidak menyangkal bahwa pasukan Korea Utara saat ini berada di Rusia, dan mengatakan bahwa Moskowlah yang memutuskan bagaimana mengerahkan mereka sebagai bagian dari pakta keamanan pertahanan bersama yang ditandatanganinya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada bulan Juni.
Nebenzia kemudian mengklaim bahwa negara-negara Barat membuat tuduhan tentang pasukan Korea Utara yang membantu Rusia untuk memikat Korea Selatan agar memberikan senjata kepada Ukraina.
“Kita bisa melihat pertunjukan Barat di Dewan Keamanan saat ini mengejar tujuan lain. Rezim Zelensky dan kolaboratornya selama dua tahun telah berusaha memaksa Korea Selatan untuk lebih aktif bekerja sama dengan rezim Kyiv, dan meminta mereka untuk lebih aktif bekerja sama dengan rezim Kyiv, menyediakan dan memasok senjata mematikan yang sangat dibutuhkan. Dan di sini, retorika hiruk pikuk anti-Pyongyang sangat menguntungkan Washington, London, dan Brussels, karena pasokan mereka sendiri telah terkuras habis oleh rezim Kyiv,” kata Nebenzia. “Kami berharap rekan-rekan kami di Korea Selatan cukup bijaksana untuk tidak tertipu oleh muslihat ini.”
Sejak perang dimulai, Seoul telah mengikuti sanksi yang dipimpin AS terhadap Moskow dan mengirimkan dukungan kemanusiaan dan keuangan ke Kyiv namun belum mengirimkan senjata, sejalan dengan kebijakannya untuk tidak mempersenjatai negara-negara yang aktif terlibat dalam konflik. Pada hari Selasa, Seoul mengatakan pihaknya dapat mempertimbangkan pengiriman senjata ke Ukraina sebagai tanggapan atas pengiriman pasukan Korea Utara ke Rusia.
Perkiraan pasukan
Duta Besar Ukraina Untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan sebanyak 12.000 tentara Korea Utara sedang dilatih di lima tempat pelatihan di distrik militer timur Rusia.
“Kontingen ini terdiri dari sedikitnya 500 perwira tentara DPRK, dengan sedikitnya tiga jenderal dari staf umum,” ujarnya, menggunakan singkatan nama lengkap Korea Utara. Selanjutnya direncanakan akan dibentuk setidaknya lima unit atau formasi personel militer DPRK yang masing-masing terdiri dari 2.000 hingga 3.000 prajurit.
Identitas pasukan diperkirakan dirahasiakan, kata Kyslytsya, dan mereka akan diberikan seragam militer Rusia, senjata, dan surat identitas. Mereka kemungkinan besar akan diintegrasikan ke dalam unit-unit dengan etnis minoritas dari Rusia bagian Asia, katanya.
“Menurut informasi yang ada, antara tanggal 23 dan 28 Oktober, setidaknya tujuh pesawat yang membawa personel militer hingga 2.100 tentara terbang dari Distrik Militer Timur ke perbatasan Rusia dengan Ukraina,” kata Kyslytsya, seraya menambahkan bahwa mereka diperkirakan mulai berpartisipasi langsung dalam operasi tempur melawan pasukan Ukraina pada bulan November. [ab/em]
Forum