Amerika Serikat membuka kedutaan besar di Kepulauan Solomon pada Kamis (2/2) dalam upaya terbarunya untuk menghadang pengaruh China di wilayah Pasifik.
Kedutaan itu dibuka dalam skala kecil, dengan seorang kuasa usaha, beberapa staf Departemen Luar Negeri dan beberapa karyawan lokal. AS sendiri pernah membuka kedutaan besarnya di Kepulauan Solomon selama lima tahun sebelum ditutup pada tahun 1993 karena pengurangan pos diplomatik di seluruh dunia pada akhir masa Perang Dingin.
Namun langkah agresif China di Indo-Pasifik membuat AS berusaha meningkatkan keterlibatannya di kawasan tersebut lewat berbagai cara, termasuk memberikan sumbangan vaksin COVID-19, membawa kembali sukarelawan Peace Corps ke beberapa negara kepulauan di sana, hingga berinvestasi dalam proyek-proyek kehutanan dan pariwisata.
Pembukaan kedutaan besar AS di Kepulauan Solomon dilakukan ketika pemimpin baru Fiji, Perdana Menteri Sitiveni Rabuka, tampaknya sedang mempertimbangkan kembali beberapa aspek dalam hubungan negaranya dengan China. Rabuka mengatakan kepada The Fiji Times pekan lalu bahwa ia berencana mengakhiri perjanjian pelatihan dan pertukaran polisi dengan China.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memberi tahu Kongres AS awal tahun lalu bahwa pengaruh China yang semakin besar di kawasan Indo-Pasifik membuat pembukaan kedutaan besar di Kepulauan Solomon menjadi sebuah priotitas. Sejak saat itu, Kepulauan Solomon telah menandatangani perjanjian keamanan dengan China, memicu kekhawatiran akan terjadinya pembangunan kekuatan militer di kawasan tersebut, yang dihadang AS dengan mengirimkan sejumlah delegasi tingkat tinggi ke wilayah tersebut.
Kepulauan Solomon mengalihkan kesetiaannya dari Taiwan – pulau dengan pemerintahan demokratis tersendiri – ke China pada tahun 2019, sehingga mengancam hubungan dekatnya dengan AS sejak masa Perang Dunia II.
“Kami melihat hubungan ini melemah karena Republik Rakyat China secara agresif berusaha melibatkan elit politik dan bisnis Kepulauan Solomon, menggunakan pola yang tidak asing dengan memberikan janji-janji luar biasa, pinjaman infrastruktur prospektif yang mahal, dan tingkat utang yang kemungkinan membahayakan,” kata departemen luar negeri dalam sebuah pemberitahuan kepada Kongres pada Desember lalu, yang salinannya diperoleh Associated Press.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS yang bersikukuh menyembunyikan identitasnya dalam memberikan penjelasan kepada media mengatakan bahwa AS telah didorong oleh komitmen Kepulauan Solomon untuk meneruskan kerja sama keamanan dengan mitra-mitra tradisionalnya, seperti Australia dan AS, namun tetap khawatir tentang kerahasiaan seputar perjanjian keamanannya dengan China.
Ia mengatakan bahwa militerisasi China dalam bentuk apa pun di wilayah Pasifik akan menimbulkan kekhawatiran.
Pejabat itu mengatakan bahwa AS belum berbicara secara mendalam dengan pemimpin baru Fiji, sehingga terlalu dini untuk mengetahui apakah langkah yang diambil negara itu terkait perjanjian kepolisian tadi merupakan petunjuk terjadinya perubahan sikap Fiji terkait China.
Pemerintah Fiji tidak segera merespons permintaan tanggapan. [rd/lt]
Forum