Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) menyerukan kepada pemerintah Filipina untuk segera mengambil tindakan terkait perubahan iklim. Desakan ini disampaikan setelah Badai Tropis Kristine (Trami) menghantam Bicol, Visayas Timur, wilayah Calabarzon, dan provinsi-provinsi lain di Filipina, termasuk Metro Manila.
Filipina mengalami rata-rata 20 topan setiap tahun dengan tingkat kerentanan iklim yang tinggi. Hal ini berdampak pada banyak komunitas, populasi yang rentan, dan mata pencaharian. Intensitas topan telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Indeks Risiko Dunia tahun 2022 telah menempatkan Filipina di urutan teratas negara yang paling berisiko terhadap krisis iklim.
Wakil Ketua APHR dan yang juga mantan Anggota Parlemen Malaysia, Charles Santiago mengatakan “banjir parah dan tanah longsor yang disebabkan oleh badai Kristine saat menerjang daratan di Divilacan, Isabela, 400 kilometer di utara Manila, telah menewaskan lebih dari selusin orang dan menimbulkan dampak pada lebih dari 500 ribu keluarga Filipina. Ini adalah alasan lain bagi para pemimpin Filipina untuk segera mengambil tindakan menuju keadilan iklim.”
Dia menambahkan bahwa krisis terkait iklim ini harus mendorong pemerintahan Marcos untuk merancang dan menerapkan solusi iklim yang lebih kuat dan lebih berkelanjutan, yang mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan warga Filipina.
Anggota Dewan APHR dan anggota DPR Filipina Arlene D. Brosas menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa, “Kita harus mengakui, bukti yang mengejutkan tentang dampak perubahan iklim yang semakin memburuk mempertaruhkan nyawa rakyat Filipina. Setiap detik, setiap jam yang terlewatkan dalam menjalankan amanah perubahan iklim tidak hanya merugikan kesehatan dan mata pencaharian jutaan warga negara, tetapi juga kelangsungan hidup dan hak mereka atas lingkungan yang berkelanjutan dan aman.”
“Kami di APHR, kembali menyerukan kepada pemerintah Filipina untuk memenuhi komitmen mereka dalam melindungi kehidupan rakyat Filipina di era krisis iklim yang semakin parah ini. Situasinya sudah mengkhawatirkan, dan tanpa rencana aksi dan implementasi yang komprehensif menuju keadilan iklim, akan semakin banyak nyawa yang hilang,” imbuh Mercy Chriesty Barends, Ketua APHR dan anggota DPR dari Indonesia. [ns/em]
Forum