Beberapa hari terakhir ini beredar luas sebuah video berdurasi sekitar 35 detik yang menunjukkan kekejaman dua laki-laki yang mengklaim sebagai anggota kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, memenggal kepala seorang laki-laki.
Belum jelas siapa laki-laki yang menjadi korban kekejaman itu dan di mana lokasi sesungguhnya kejadian itu. Yang pasti video yang sangat mengerikan itu menimbulkan ketakutan masyarakat, khususnya di Poso, Sulawesi Tengah.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah mengatakan sudah mengetahui keberadaan video itu dan kini tengah mendalaminya. Ditemui VOA akhir pekan lalu, Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudi Sufahriadi juga mengatakan sudah mengetahui identitas korban.
“Videonya saya harus dalami lagi. Kalau keluarga yang hilang sudah ada, khan sudah ketemu jenazahnya, sudah dimakamkan juga,” ujar Rudi.
Rudi Sufahriadi, yang juga merupakan penanggungjawab Operasi Tinombala 2016, menolak merinci identitas dan daerah asal korban.
“Nanti saja! Kita tidak ingin membuat resah. Video yang beredar itu sudah ada sama kita,” tambahnya.
Beredarnya video semacam ini bukan yang pertama kali. Video serupa pernah beredar pada September 2015. Korban yang dipilih secara acak juga dipenggal. Ketika itu kekejaman tersebut diketahui terjadi di hutan Parigi Moutong. Dalam rapat kerja di DPR ketika itu, Kapolri Jendral Badrodin Haiti mengatakan akan mengusut video yang motifnya jelas untuk menebar teror supaya masyarakat takut.
Aparat keamanan hingga kini masih berupaya menangkap kelompok teroris Santoso di wilayah hutan pegunungan di Poso, Sulawesi Tengah. Berbagai operasi sudah digelar, yang terbaru adalah Operasi Tinombala 2016. Tak terhitung jumlah personil yang sudah dikerahkan dalam operasi-operasi gabungan aparat. Tetapi Santoso tetap belum tertangkap.
Rudi mengatakan, “Sampai dengan hari ini Santoso masih kita cari dan kejar.Beberapa titik sudah diketahui tetapi masih tetap belum terlihat. Kita lakukan pengepungan, pengejaran, ada tanda-tandanya, tapi masih belum tertangkap. Inginnya sesegera mungkin ditangkap, tapi kami masih harus kerja keras.”
Sejumlah LSM mengusulkan penetapan tenggat operasi sehingga tidak menelan sumber daya dan dana yang tidak perlu. Hal serupa ditegaskan Koordinator KONTRAS, Haris Azhar.
“Untuk jumlah polisi dan tentara yang terus dikirim kesana, itu sudah overwhelming. Jadi agak aneh juga jika argumentasinya adalah Santoso orang lokal yang tahu persis daerah itu, bukan seperti aparat. Tapi ada berapa gunung dan bukit sih di sana. Masa’ gak ketemu-ketemu?,” tanya Haris.
Santoso yang sejak tahun 2012 diketahui sebagai Amir Mujahidin Indonesia Timur MIT, dan beberapa bulan terakhir mengumumkan telah berbaiat pada ISIS, hingga kini memang tidak diketahui keberadaannya.
Dalam buku “Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia” yang ditulis Ansjaad Mbai – pejabat tinggi kepolisian yang pernah menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror BNPT, diketahui bahwa Santoso berupaya mendirikan negara berdasarkan syariat Islam dengan cara apapun, termasuk apa yang mereka pahamai sebagai jihad. [yl/em]