Hong Kong adalah kota yang sedang mengalami perubahan, dan Beijing tidak ingin ada pihak yang mengeluhkan hal itu.
Setelah protes anti-pemerintah dua tahun lalu, pemerintah pusat China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional baru di Hong Kong yang melarang hal-hal seperti pemisahan diri dan berkolusi dengan pihak asing, sebagaimana didefinisikan secara longgar oleh pemerintah.
Aksi kekerasan besar-besaran pun terjadi, di mana puluhan aktivis dan mantan anggota parlemen ditangkap.
Cakupan dan ketidakjelasan undang-undang keamanan yang luas itu telah memicu kekhawatiran tentang sensor dan kebebasan pers. Namun, bagi Apple Daily, yang dianggap sebagai surat kabar pro-demokrasi terakhir di Hong Kong, hal itu telah menjadi perhatian selama beberapa waktu.
Didirikan pada 1995 oleh taipan media Jimmy Lai, Apple Daily adalah tabloid yang awalnya melaporkan tentang hiburan dan kejahatan. Tabloid itu menjadi terkenal karena gambarnya yang penuh warna dan berita utama yang sensasional.
Beberapa tahun kemudian, Apple Daily mulai melaporkan isu-isu politik. Namun tidak seperti surat kabar lain di Hong Kong, surat kabar itu muncul sebagai kritikus tajam terhadap Beijing. Postur agresif surat kabar itu harus dibayar mahal: pendapatan iklan menurun karena para sponsor – seperti raksasa perbankan HSBC dan Standard Charter – menjauhkan diri.
Agustus lalu, Lai yang berusia 73 tahun, salah seorang pemimpin pro-demokrasi terkemuka Hong Kong, ditangkap berdasarkan undang-undang keamanan atas tuduhan berkolusi dengan pihak asing. Puluhan polisi berbaju biru menggerebek kantor Apple Daily.
Lai akhirnya didakwa dan sekarang sedang menunggu sidang selagi berada di penjara untuk pelanggaran lain yang terkait dengan aktivismenya. [lt/em]