Pemerintah berencana mengalokasikan dana desa tahun depan sebesar Rp 47 trilyun, naik dibanding alokasi dana desa tahun ini sebesar Rp 20,8 trilyun. Setiap desa di Indonesia tahun depan akan mendapat dana sebesar Rp 628,5 juta.
Kepada VoA di Jakarta hari Selasa (25/8), Koordinator Aliansi Desa Sejahtera, Tejo Wahyu Jatmiko berpendapat sangat disayangkan hingga saat ini pemerintah belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, terutama para petani.
Ketidakberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian, terutama kebijakan pemerintah yang masih mengimpor berbagai komoditas pangan membuat hidup petani tetap miskin. Tekad Presiden Joko Widodo meningkatkan kehidupan petani belum mampu dibuktikan.
“Sekarang masih tetap ketahanan pangan, kedaulatan pangan itu hanya sekedar tempelan, nah itu yang janji kampanyenya itu memperbaiki lingkungan pertanian yang rusak,” kata Jatmiko.
Tejo Wahyu Jatmiko menambahkan, alokasi dana desa yang terus meningkat dalam anggaran negara akan sia-sia, jika tidak ditujukan utamanya untuk para petani.
“yang tahun depan itu ke desa potensi untuk ikut membangun kedaulatan pangan kalau itu diarahkan dengan benar, tapi kalau tidak ya mungkin nggak akan jadi apa-apa juga,” tukasnya.
Sementara itu, Koordinator Koaliasi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Said Abdullah menilai alokasi anggaran yang diterima Kementerian Pertanian juga belum mampu mensejahterakan para petani.
Dalam RAPBN 2016, Kementerian Pertanianmasuk dalam daftar sepuluh kementerian penerima anggaran terbesar yaitu Rp. 32, 85 trilyun, naik dibanding anggaran yang diterima Kementerian Pertanian tahun lalu sebesar Rp 16 trilyun.
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat hingga akhir tahun 2014, pendapatan rumah tangga petani atau RTP sebesar Rp 12,41 juta per tahun, sehingga semakin banyak petani alih profesi terutama menjadi supir angkutan umum. Jumlah RTP pada tahun 2003 tercatat sekitar 31 juta rumah tangga, turun menjadi sekitar 26 juta rumah tangga pada tahun 2014.
Menurut Said Abdulah kondisi tersebut disebabkan para petani tidak sanggup terus menerus hidup dibawah garis kemiskinan.
“Tingkat kesejahteraan petani tidak berubah, kenaikan anggaran tidak serta merta terjadi kenaikan tingkat kesejahteraan, tidak serta merta menaikkan produksi, tingkat pengangguran dan kemiskinan jauh lebih besar di perdesaan dibandingkan di perkotaan, siapa dia? tetap petani juga,” tambahnya.
Pada kesempatan berbeda, Menko bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan tidak benar pemerintah kurang perhatian terhadap sektor pertanian termasuk untuk kehidupan para petani.
Meski diakui oleh Menko Peronomian, inflasi di Indonesia terbesar disumbang dari sektor pangan, pemerintah akan terus berupaya memperbaiki sektor pangan agar stok pangan tersedia dan kesejahteraan petani meningkat.
“Di negara kita inflasi penyebab utamanya pangan, deregulasi besar-besaran harus sudah dipersiapkan dan segera dilaksanakan, kita masih harus menyusun prioritasnya, prosedur apa yang duluan akan kita selesaikan,” papar Darmin.