Serangkaian manuver berbahaya bulan ini di atas Laut Baltik, dan penembakan pesawat sekutu Rusia oleh Amerika di Suriah telah memicu keprihatinan di kalangan analis pertahanan bahwa bentrokan langsung antara Rusia dan Amerika, meskipun tidak disengaja, bisa secara cepat menjadi tidak terkendali.
Laporan mengatakan, sebuah pesawat tempur Rusia dan pesawat pengintai Amerika Senin terbang sangat dekat, pada jarak 2 meter, dan situasi seperti ini dianggap tidak aman oleh militer Amerika.
Pesawat SU 27 Rusia itu terbang mendekat pada kecepatan tinggi dan pilotnya sembrono, kata juru bicara Pentagon.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pesawat pengintai RC 135 milik Amerika itu membuat gerak provokatif terhadap pesawat tempur Rusia.
Berbahaya kalau pesawat terbang sebegitu dekatnya satu sama lain, demikian kata analis pertahanan Pavel Felgenhauer.
“Tetapi yang terjadi di Laut Baltik, adalah menciptakan ketegangan yang tidak perlu, oleh kedua belah pihak,” katanya. “Jadi itu sebuah insiden yang berbahaya, tetapi dalam kenyataannya, masing-masing fihak tidak bermaksud bentrok.”
Penerobosan ke dalam wilayah udara negara anggota NATO meningkat sejak Moskow melakukan aneksasi semenanjung Krimea pada 2014 dan memberi dukungan militer berkesinambungan kepada separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
“Tidak diragukan, paling tidak untuk saya, Rusia dan fihak Barat berada dalam situasi perang dingin yang baru,” kata analis pertahanan dan deputi redaktur dari Yezhenedelny Zhurnal, Alexander Golts.
“Perang Dingin adalah situasi dimana ada masalah yang tidak bisa dipecahkan, tidak secara diplomatis maupun militer. Masalah itu adalah Ukraina,” tambahnya.
Kata Golts, isunya, dari sudut pandang Rusia, Rusia tidak bisa menarik diri dari “perang rahasia” di Ukraina, dan kalau hal itu tidak dilakukan, NATO tidak akan memulihkan kerjasama. Sementara itu perang kata-kata dan manuver-manuver berisiko oleh kedua belah fihak menimbulkan eskalasi konflik militer. [jm]