Tautan-tautan Akses

Amnesty: Lebih 21 Ribu Nakes Pernah Alami Penundaan atau Pemotongan Insentif


Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Sinovac untuk COVID-19 saat vaksinasi massal untuk tenaga medis Indonesia, di Stadion Istora Senayan, Jakarta, 4 Februari 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Petugas kesehatan menyiapkan vaksin Sinovac untuk COVID-19 saat vaksinasi massal untuk tenaga medis Indonesia, di Stadion Istora Senayan, Jakarta, 4 Februari 2021. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya 21.424 tenaga kesehatan di 21 provinsi pernah mengalami penundaan atau pemotongan pembayaran insentif.

Amnesty International Indonesia (AII) mendorong pemerintah untuk memastikan tenaga kesehatan (nakes) menerima pembayaran insentif secara tepat waktu dan penuh. Media and Campaign Manager AII Nurina Savitri mengatakan lembaganya mencatat setidaknya ada 21.424 nakes di 21 provinsi yang pernah mengalami penundaan atau pemotongan pembayaran insentif sejak Juni 2020-Juli 2021. Data ini diperoleh dari media dan laporan LaporCovid-19, serta berbagai asosiasi tenaga kesehatan.

Media and Campaign Manager Amnesty International Indonesia Nurina Savitri. (Foto: VOA)
Media and Campaign Manager Amnesty International Indonesia Nurina Savitri. (Foto: VOA)

"Mereka (tenaga kesehatan) adalah salah satu kelompok terdepan dalam penanganan pandemi. Kalau mereka dan fasilitas kesehatan kolaps dan tidak bisa menampung, tentu ini akan kita tanggung bersama," jelas Nurina dalam konferensi pers daring, Jumat (6/8/2021).

Nurina menambahkan lima daerah dengan jumlah nakes paling banyak ditunda atau dipotong insentifnya adalah Bogor (4.258 nakes), Palembang (3.987 nakes), Tanjungpinang (2.900 nakes), Banyuwangi (1.938 nakes), dan Bandung Barat (1.618 nakes).

Ia mengungkapkan, terdapat beberapa penyebab insentif tenaga kesehatan tersebut tertunda atau dipotong, antara lain data pribadi yang tidak sesuai dan hambatan birokratis.

Hasil survei LaporCovid-19 terhadap 3689 nakes yang dilakukan dari 8 Januari sampai 5 Februari 2021. (Grafis: Amnesty International Indonesia)
Hasil survei LaporCovid-19 terhadap 3689 nakes yang dilakukan dari 8 Januari sampai 5 Februari 2021. (Grafis: Amnesty International Indonesia)

"Mereka yang bicara tentang penundaan atau pemotongan pembayaran insentif juga mendapat intimidasi dan ancaman," tambah Nurina.

Ketua Bidang Kerja sama Lembaga Negara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ganis Irawan menjelaskan tidak semua tenaga kesehatan mendapat insentif karena fasilitas kesehatan (Faskes) hanya mengusulkan nama penerima insentif sesuai kuota yang dimiliki. Ia mengungkapkan, beberapa faskes membuat kesepakatan yang namanya diusulkan agar insentif yang diterima dibagi merata.

"Masalah yang ketiga tidak semua faskes swasta ini tahu bahwa bisa mengusulkan nakesnya," ujar Ganis Irawan.

Seorang tenaga medis memeriksa pasien-pasien COVID-19 di unit perawatan intensif (ICU) di sebuah rumah sakit di Bogor, Jawa Barat di tengah lonjakan tingkat infeksi, 18 Juni 2021. (Foto: Aditya Aji/AFP)
Seorang tenaga medis memeriksa pasien-pasien COVID-19 di unit perawatan intensif (ICU) di sebuah rumah sakit di Bogor, Jawa Barat di tengah lonjakan tingkat infeksi, 18 Juni 2021. (Foto: Aditya Aji/AFP)

Ganis menuturkan masalah keterlambatan pembayaran juga dikarenakan kurangnya pemantauan oleh pemerintah daerah setempat. Sementara pemerintah daerah yang rajin memantau dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat pada umumnya lancar pembayarannya.

Menanggapi ini, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan pemberian insentif untuk nakes terbagi menjadi dua yaitu dari Kemenkes dan pemerintah daerah. Menurutnya, pembayaran insentif untuk tenaga Kesehatan pada periode 2020 telah mencapai 99,3 persen atau sebesar Rp 1,5 triliun rupiah.

Sisanya masih terkendala proses administrasi dan perlu ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan auditor internal dari Kemenkes. Sementara untuk pembayaran insentif pada 2021 yang menjadi kewajiban Kemenkes telah
dibayarkan semua dengan total Rp 5 triliun.

Siti Nadia Tarmizi. (Foto: Rivan Dwiastono/VOA)
Siti Nadia Tarmizi. (Foto: Rivan Dwiastono/VOA)

“Di sisi lain pada 2021, semua alokasi anggaran itu sudah di Pemda, merekalah yang harus membayarkan anggaran insentif nakes yang mereka rekrut di RSUD, balai laboratorium kesehatan maupun isolasi terpusat yang mereka buat,” jelas Siti Nadia kepada VOA, Senin (9/8/2021).

Nadia menambahkan pemerintah juga telah menyiasati pembayaran insentif nakes yang tertunda di daerah dengan menggunakan Bantuan Biaya Operasional Kesehatan (BOK). Hingga Juli ini total anggaran yang telah dibayarkan Kemenkes untuk insentif sebesar Rp 5 triliun.

Sedangkan terkait pemotongan insentif, Nadia mengatakan tidak dapat melakukan intervensi karena menjadi kewenangan masing-masing daerah. Namun, pemerintah juga telah mengambil kebijakan transfer langsung ke rekening nakes untuk mengantisipasi pemotongan tersebut. [sm/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG