Seribu lebih peserta aksi unjukrasa dari Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur, mendesak pemerintah maupun aparat penegak hukum untuk bersikap adil dan tidak berpihak, atas kasus hukum yang menimpa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Dalam orasinya, Koordinator GUIB Jawa Timur, Abdurrahman Aziz menyerukan kekecewaannya atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sangat rendah kepada terdakwa. Massa aksi meneriakkan agar Basuki Tjahaja Purnama dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya oleh pengadilan karena telah menistakan Islam.
“Kita tahu bahwa Ahok telah dituntut sekian bulan, sidangnya berlangsung berbulan-bulan, berlarut-larut, sudah menghadirkan berbagai pakar, berbagai ulama banyak sekali dihadirkan, dan mayoritas menunjukkan dan menuntut bahwa Ahok benar-benar menistakan agama. Tapi anehnya justru JPU (Jaksa Penuntut Umum) menuntut Ahok sangat-sangat ringan, tuntutannya seperti maling ayam, tentu kita protes, Allahu akbar.”
Selain di depan Gedung Negara Grahadi, aksiunjuk rasa juga dilakukan di depan Gedung Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur.
Menanggapi aksi terkait kasus Basuki Tjahaja Purnama di Surabaya, Wakil Ketua Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Timur, Hasan Bisri mengatakan, masyarakat hendaknya mempercayakan penanganan kasus ini pada proses hukum yang berlaku di Indonesia. Masyarakat tidak dibenarkan melakukan tekanan dan cara-cara yang memaksa terhadap lembaga peradilan yang berwenang memutuskan perkara hukum itu.
“Sekarang ini kan sedang proses di meja hijau, kita percayakan saja kepada pihak berwajib untuk menyelesaikan ini tanpa harus ada tekanan, tanpa harus ada paksaan dari pihak mana pun. Dan kita berharap masyarakat jangan memaksa menggunakan cara apa pun untuk mempengaruhi hasil pengadilan.”
Hasan Bisri juga menolak munculnya beberapa aksi yang menyuarakan aspirasi terkait kasus hukum Basuki Tjahaja Purnama yang dapat mengancam persatuan bangsa.
“Kami amat sangat menolak, menolak terhadap beberapa pihak yang menggunakan momentum ini untuk mengkampanyekan khilafah, mengkampanyekan syariah Islam atau negara Islam, mengkampanyekan radikalisme, lalu kemudian sentimen terhadap kelompok, etnis, agama, dan lain-lain.” [pr/ab]