Seiring meningkatnya konflik di Suriah, semakin banyak warga negara itu yang mengungsi ke negara lain untuk menyelamatkan diri. Kelompok-kelompok ekstremis yang berusaha mendirikan negara Islam di Suriah, berperang melawan pasukan pemerintah dan pasukan oposisi, serta kelompok-kelompok Kurdi di bagian Timur laut negara itu, memicu eksodus besar-besaran baru itu.
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakansedikitnya 14 ribu orang Suriah telah menyeberang masuk ke Irak Utara sejak Kamis (15/8), dan lebih banyak lagi diperkirakan akan berdatangan ke wilayah tersebut.
Faris Sulaiman, seorang warga yang ikut mengungsi, menggambarkan kejadian-kejadian mengerikan di kota Qamishli. Ia menyaksikan mayat-mayat orang-orang Kurdi dengan kepala terpenggal, termasuk anak-anak. Menurutnya, kelompok ekstrimis, Barisan Al Nusra, bertanggungjawab atas pembunuhan, pembantaian, dan penjarahan terhadap orang-orang Kurdi.
Pemerintah Suriah menarik pasukannya dari kawasan-kawasan yang mayoritas penduduknya orang-orang Kurdi di bagian Timurlaut negara itu untuk memperkuat posisi mereka di ibukota Damaskus dan kota-kota penting lain.
Sejak itu, kelompok-kelompok terkait al-Qaida, seperti Barisan al-Nusra dan Negara Islam Irak, terlibat dalam bentrokan maut dengan kelompok-kelompok bersenjata Kurdi.
Anggota-anggota kelompok teroris itu juga telah menyusupi pasukan oposisi Suriah. Rajaa Nasir, seorang juru bicara Komite Koordinasi Nasional faksi-faksi oposisi Suriah, mengatakan, para teroris itu menggalang kekuatan yang berarti. Ia memperkirakan, ada sekitar 1.500 militan ekstrimis di antara 150 ribu pejuang oposisi di Suriah. Para militan itu, katanya, profesional, berpengalaman, dan meraih pengaruh dan kekuasaan melalui kelompok-kelompok kecil.
Laporan-laporan seperti itu menimbulkan keprihatinan internasional dan membuat negara-negara besar Barat ragu-ragu untuk menyediakan bantuan militer bagi oposisi Suriah. Sejak konflik Suriah dimulai lebih dari dua tahun lalu, hampir dua juta warga Suriah meninggalkan tanah air mereka, dan umumnya pergi ke Lebanon, Yordania dan Turki.
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakansedikitnya 14 ribu orang Suriah telah menyeberang masuk ke Irak Utara sejak Kamis (15/8), dan lebih banyak lagi diperkirakan akan berdatangan ke wilayah tersebut.
Faris Sulaiman, seorang warga yang ikut mengungsi, menggambarkan kejadian-kejadian mengerikan di kota Qamishli. Ia menyaksikan mayat-mayat orang-orang Kurdi dengan kepala terpenggal, termasuk anak-anak. Menurutnya, kelompok ekstrimis, Barisan Al Nusra, bertanggungjawab atas pembunuhan, pembantaian, dan penjarahan terhadap orang-orang Kurdi.
Pemerintah Suriah menarik pasukannya dari kawasan-kawasan yang mayoritas penduduknya orang-orang Kurdi di bagian Timurlaut negara itu untuk memperkuat posisi mereka di ibukota Damaskus dan kota-kota penting lain.
Sejak itu, kelompok-kelompok terkait al-Qaida, seperti Barisan al-Nusra dan Negara Islam Irak, terlibat dalam bentrokan maut dengan kelompok-kelompok bersenjata Kurdi.
Anggota-anggota kelompok teroris itu juga telah menyusupi pasukan oposisi Suriah. Rajaa Nasir, seorang juru bicara Komite Koordinasi Nasional faksi-faksi oposisi Suriah, mengatakan, para teroris itu menggalang kekuatan yang berarti. Ia memperkirakan, ada sekitar 1.500 militan ekstrimis di antara 150 ribu pejuang oposisi di Suriah. Para militan itu, katanya, profesional, berpengalaman, dan meraih pengaruh dan kekuasaan melalui kelompok-kelompok kecil.
Laporan-laporan seperti itu menimbulkan keprihatinan internasional dan membuat negara-negara besar Barat ragu-ragu untuk menyediakan bantuan militer bagi oposisi Suriah. Sejak konflik Suriah dimulai lebih dari dua tahun lalu, hampir dua juta warga Suriah meninggalkan tanah air mereka, dan umumnya pergi ke Lebanon, Yordania dan Turki.