Pemimpin de facto Suriah Ahmed al-Sharaa dideklarasikan sebagai presiden untuk masa transisi pada Rabu (29/1). Penunjukan tersebut semakin mengokohkan kekuasaannya dalam kurun kurang dari dua bulan setelah dia memimpin sebuah upaya yang menggulingkan Bashar al-Assad.
Sharaa juga diberi wewenang untuk membentuk dewan legislatif sementara untuk masa transisi itu dan konstitusi Suriah ditangguhkan, menurut pengumuman yang dibuat oleh komando militer yang memimpin serangan terhadap Assad.
Keputusan itu muncul dari pertemuan para komandan militer yang ambil bagian dalam serangan tersebut, sebuah upaya yang dipimpin oleh kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dulu berafiliasi dengan Al Qaeda.
Berpidato setelah penunjukan dirinya, Sharaa mengatakan prioritas utamanya adalah mengisi kekosongan dalam pemerintahan “secara sah dan legal.”
Dia juga mengatakan perdamaian harus dipertahankan melalui keadilan transisional dan mencegah tindakan pembalasan, serta lembaga-lembaga negara dibangun kembali, terutama militer dan pasukan keamanan, dan sarana ekonomi kembali dikembangkan.
Sharaa berjanji akan memulai transisi politik yang mencakup konferensi nasional, pemerintahan yang inklusif, dan pada akhirnya penyelenggaraan pemilu, yang menurutnya akan membutuhkan waktu sampai empat tahun untuk menggelarnya.
Pengumuman pada hari Rabu itu tidak menyebutkan kapan lembaga legislatif baru akan dibentuk, atau mengungkap rincian jadwal transisi tersebut.
Fawaz Gergez, Profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, mengatakan deklarasi tersebut telah "meresmikan status Sharaa sebagai penguasa yang kuat." "Pendapat saya adalah [tampaknya] HTS dan Sharaa bertujuan untuk mengonsolidasikan pemerintahan satu-partai Islam."
Qatar, yang mendukung pemerintahan baru Suriah, merilis pernyataan setelah deklarasi tersebut, menyambut "langkah untuk merestrukturisasi negara Suriah dan meningkatkan konsensus dan persatuan dari semua pihak."
Mohanad Hage Ali dari lembaga Carnegie Middle East Center mengatakan pengumuman tersebut merupakan terjemahan mentah dari kekuatan baru Sharaa dan kontrol militer dari hampir seluruh wilayah Suriah, termasuk ibu kota.
Itu "tidak mencerminkan keberagaman politik, agama serta etnis di Suriah," tambahnya. [jm/ab/rs]
Forum