Pemerintah Afghanistan mengatakan telah mengambil “langkah serius” guna menegakkan hukum dan mencegah penganiayaan seksual yang dilaporkan telah dilakukan oleh para komandan polisi lokal terhadap anak-anak.
Sebuah pernyataan presiden yang dikeluarkan Rabu sore (23/9) di Kabul, mengutuk tindakan “boy play” atau dikenal sebagai “bacha baazi” sebagai “tindakan bengis, tidak manusiawi dan tidak beragama”.
Suratkabar the New York Times pekan ini melaporkan dengan terinci pemerkosaan yang dilakukan secara luas itu dan penganiayaan seksual lain terhadap anak laki-laki oleh para komandan polisi lokal Afghanistan dan milisi Afghanistan yang dilatih Amerika.
Laporan itu menuduh tentara Amerika diperintahkan untuk tidak melakukan intervensi guna mempertahankan hubungan baik dengan sekutu-sekutu dari Afghanistan.
Laporan itu mengutip beberapa dokumen pengadilan dan wawancara dengan beberapa pejabat militer Amerika. Disebutkan bahwa dalam beberapa kejadian, tentara Amerika justru dikenai tindakan disiplin karena tidak mematuhi kebijakan “non intervensi” tadi.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah berbicara dengan seluruh otorita keamanan di negara itu lewat telekonferensi-video dan memerintahkan mereka untuk “mencegah berulangnya kejadian semacam itu dengan melakukan reformasi, langkah instruktif dan pemberian hukuman”.
“Undang-undang, nilai-nilai budaya dan agama rakyat Afghanistan mengakui penganiayaan seksual terhadap anak-anak sebagai salah satu kejahatan paling buruk dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia”, demikian pernyataan Ghani.
Pemerintah Afghanistan mengingatkan bahwa “tindakan kejahatan semacam itu – terutama yang dilakukan di Angkatan Bersenjata – tidak dapat ditolerir dan pihaknya tidak akan segan-segan mengambil langkah untuk mencegah fenomena mengerikan ini”.
Pemerintah Afghanistan juga memerintahkan institusi-institusi pemerintah yang terkait untuk membentuk komite kerja guna melakukan penyelidikan dan pengawasan, serta menghasilkan mekanisme pengawasan guna mencegah dan mengadili para pelaku penganiayaan seksual terhadap anak-anak.
Menanggapi tuduhan dalam laporan hari Selasa (22/9) itu, Komandan Misi Dukungan NATO di Afghanistan Jendral John Campbell menyangkal klaim bahwa tentara dan marinir Amerika diperintahkan untuk mengabaikan keluhan tentang penganiayaan seksual terhadap anak-anak laki-laki tersebut.
“Saya pribadi telah berdinas dalam beragam tugas di Afghanistan dan saya sangat yakin bahwa tidak ada kebijakan semacam itu pernah diberlakukan disini dan tentu saja tidak pernah ada kebijakan seperti itu diberlakukan semasa saya menjadi komandan”, ujar Campbell. Ditambahkannya “dugaan apapun mengenai terjadinya penganiayaan seksual akan segera dilaporkan pada rantai komando yang ada, tidak soal siapa tersangka pelaku atau korbannya”.
Pejabat-pejabat Amerika mengatakan Jendral Campbell juga telah menyampaikan isu tersebut kepada Presiden Ghani dan memastikan komitmen darinya bahwa pemerintah Afghanistan akan melipatgandakan upaya mereka untuk menyelidiki dan mengadili mereka yang bersalah melakukan tindakan semacam itu.
Keprihatinan bahwa pelaku penganiayaan seksual terhadap anak-anak memiliki kekebalan hukum, telah disampaikan awal tahun ini oleh Departemen Luar Negeri Amerika. Dalam laporan “Trafficking in Persons” disampaikan bahwa “beberapa petugas penegak hukum, jaksa dan hakim menerima suap dari atau menggunakan hubungan mereka dengan para pelaku “bacha baazi” supaya bisa lolos dari hukuman”. [em/ds]