Tautan-tautan Akses

Operasi Bedah Dengan Robot (Robotic Surgery) - 2001-07-13


Kemajuan teknologi telah memungkinkan operasi bedah jantung atau heart bypass dilakukan tanpa membuka rongga dada, dan tanpa tangan dokter menyentuh jantung atau bagian-bagiannya.

Pasien yang jantungnya diperbaiki dengan cara itu bisa pulang ke rumah dalam waktu tiga hari, dan proses penyembuhannya berlangsung jauh lebih cepat dari pada pasien yang mengalami pembedahan jantung konvensional.

Cara pembedahan baru itu disebut robotic surgery atau pembedahan dengan bantuan robot. Dokter Douglas Boyd di Pusat Kesehatan London, di negara bagian Ontario, Kanada, telah melakukan operasi seperti itu sebanyak 68 kali sejak akhir tahun 1999.

Kata majalah berita Newsweek, tidak ada pasien yang meninggal dan jauh lebih sedikit komplikasi yang timbul setelah operasi yang menggunakan campuran teknologi remote-control, komputer dan micro-surgery atau pembedahan mikro itu.

Dalam kamar bedah di rumah sakit di Kanada itu, dr Douglas Boyd duduk dimuka layar komputer dan menggerakkan pisau bedah yang dipegang oleh tangan robot, dengan alat remote control atau pengendali jarak jauh.

Sebuah kamera kecil mengawasi gerakan pisau bedah itu dan mengirim gambarnya ke layar komputer. Tanpa menggergaji ruang dada dan membuka rongga dada seperti dalam operasi bedah jantung yang biasa, dr Boyd mengatur gerakan pisau bedah dan peralatan bedah lainnya lewat luban-lubang kecil yang dibuat pada dada pasien. Kamera endoskopik yang dimasukkan lewat salah satu lubang kecil itu menunjukkan gambar tajam yang diperbesar sampai 25 kali dari ukuran sebenarnya di layar komputer, sehingga dokter bedah bisa melihat dengan pasti apa yang dilakukannya dengan bantuan tangan-tangan robot tadi.

Implikasi dari teknik baru ini, yang sekarang sudah dipergunakan oleh lebih dari 400 dokter bedah di seluruh dunia, adalah kemungkinan pembedahan yang dilakukan oleh dokter ahli dari jarak 10 atau 20 ribu kilometer dari tempat pasien berada.

Cara pembedahan dengan bantuan robot dimulai tiga tahun yang lalu dengan menggunakan dua peralatan yang disebut Zeus Robotic Surgical System, dan robot yang bernama da Vinci, buatan perusahaan Intuitive Surgical.

Tapi, kalaupun sistem pembedahan jarak jauh itu secara teknis bisa dilakukan, masih ada kendala atau hambatan etis yang harus dilampaui. Seperti, apakah etis kalau seorang dokter melakukan pembedahan jarak jauh tanpa bisa turun tangan langsung kalau terjadi komplikasi yang tidak diperhitungkan sebelumnya? Apakah seorang dokter bisa melakukan operasi di suatu tempat dimana dia tidak punya izin praktek?

Atau kalau listrik mati, sehingga pengiriman gambar video atau instruksi dokter ke tangan robot terhenti, siapa yang harus disalahkan? Apakah perusahaan listrik setempat, dokter bedah, perusahaan yang membuat peralatan robot itu, kantor telpon, atau semuanya?

Kata dr Douglas Boyd, teknologi baru itu, bagaimanapun bagusnya saat ini, masih merupakan model permulaan, yang akan terus berubah dengan ditemukannya teknologi yang lebih baru lagi.

Kalau di Kanada dan Eropa teknologi robotic surgery ini sudah dipakai secara umum, di Amerika masih dalam tahap evaluasi oleh Food and Drug Administration, atau FDA, badan yang mengatur penggunaan bahan makanan dan obat-obatan, termasuk peralatan kedokteran.

Dari tujuh fasilitas studi klinis yang dilakukan oleh FDA itu, lima buah menggunakan mesin Zeus Robotic Surgical System, dan yang dua lagi menggunakan mesin robot da Vinci.

Kalaupun dokter ahli tidak langsung mengadakan operasi atas pasien dari jarak jauh, teknologi yang sama bisa digunakan oleh dokter tadi untuk membantu rekannya di tempat lain dengan nasihat atau petunjuk praktis.

Cara ini disebut tele-mentoring, yang memanfaatkan kecanggihan teknologi robot tanpa melanggar peraturan etika kedokteran.

XS
SM
MD
LG