Gipo, seekor kukang Sumatra ditemukan warga di Jalan Raya Cisoka di kawasan Lebak, Banten pada Senin (6/6). Warga kemudian menyerahkan Gipo kepada petugas Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang tengah berpatroli.
“Orang lokal sebut hewan ini ‘muka-muka’. Ada laporan dari masyarakat yang menemukan sejenis muka-muka. Saya cek, ternyata ia satwa yang dilindungi,” ujar Anda Joni, petugas Taman Nasional Gunung Halimun Salak Wilayah 1 Lebak.
Joni bersaksi kondisi Gipo sekilas tampak normal, tetapi ternyata memiliki luka di bagian hidungnya.
Setelah bermalam di rumah warga, Gipo kemudian diserahkan kepada IAR (Inisiasi Alam Rehabilitasi) Indonesia satu hari kemudian untuk direhabilitasi. IAR sendiri merupakan lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pelestarian primata.
Tim dokter hewan IAR Indonesia menemukan kondisi gigi Gipo sudah membusuk akibat tindakan pencabutan paksa. Alhasil, Gipo menderita infeksi pada gusi yang telah menyebar ke rongga hidung dan wajahnya.
Tim dokter memutuskan gigi Gipo harus dioperasi untuk menghindari infeksi lebih parah. “Kukang kalau sudah sampai di pedagang atau di pasar itu giginya dipotong karena berasumsi mereka menghindari tidak digigit,” kata Imam Arifin, dokter hewan IAR Indonesia yang menangani kasus Gipo.
Setelah sekitar tiga pekan dirawat, kondisi Gipo kini sudah membaik. Infeksi sinus akibat pencabutan paksa giginya juga sudah sembuh. “Perilaku bagus, tapi makan masih belum stabil. Mungkin karena pergantian pakan juga,” ujar dokter Imam.
Gipo Bukan Kasus Satu-Satunya
IAR Indonesia menduga kuat Gipo adalah korban perburuan liar kukang. Setelah diidentifikasi, diketahui Gipo ternyata adalah jenis kukang Sumatra yang habitatnya hanya ada di Pulau Sumatra.
Kukang kerap diburu secara ilegal, kemudian diselundupkan dan diperdagangkan sebagai hewan peliharaan. Padahal, kukang masuk ke dalam kategori satwa yang dilindungi di Indonesia.
Pemburu menangkap satwa tersebut dengan berbagai metode, mulai dari tembakan senapan angin hingga dijaring. Umumnya ketika sampai ke tangan pedagang, gigi kukang dicabut secara paksa untuk menghindari gigitannya yang berbisa.
Menurut IAR Indonesia, kini semakin sulit untuk memonitor perdagangan satwa primata ini karena modus perdagangan yang dulunya dilakukan di pasar-pasar, kini mulai merambah ke dunia daring. Harga jual kukang di pasaran berkisar di angka Rp500 ribu.
“Motif dari pemburu, ya jelas ekonomi. Dari end user (pembeli), ya buat pemeliharaan, mungkin karena mereka lucu dan ngga terlalu besar,” kata dokter Imam kepada VOA.
IAR Indonesia juga mengindikasi adanya penyelundupan satwa kukang ke luar negeri. “Dulu pernah ada kasus perburuan kukang di Jawa sudah siap dikirim, ada 79 individu. Biasanya dibawa ke China,” kata dokter Imam.
Bukan Hewan Peliharaan
Kukang masuk ke dalam ordo primata golongan prosimians atau primata terdahulu yang lebih primitif dan masih menyerupai hewan. Hewan ini berbeda dengan orang utan atau monyet ekor panjang yang merupakan primata simians yang karakteristiknya lebih dekat dengan manusia.
Satwa nokturnal ini hidup di hutan sekunder yang biasanya dekat atau berbatasan langsung dengan perkebunan manusia. Di habitatnya mereka memiliki fungsi penjaga ekologi penting, karena selain memakan getah pohon dan buah, satwa omnivora ini juga pemakan serangga.
Penangkapan liar kukang berpotensi mengganggu ekologi hutan karena secara alami kukang berperan sebagai pembasmi hama serangga.
Pakar Satwa UGM Wisnu Nurcahyo mengingatkan hakikat satwa liar adalah untuk hidup di habitat liarnya, “Di alam dia punya daya untuk mempertahankan diri dengan perilaku makan untuk meneyembuhkan diri sendiri.”
Wisnu juga memperingatkan risiko penyebaran penyakit akibat memelihara satwa liar. Hal ini dikenal dengan zoonosis, atau penularan penyakit dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
Kukang sendiri masuk dalam kategori satwa yang dilindungi di Indonesia karena dikategorikan sebagai satwa endemik, artinya kukang jenis Sumatra, Jawa dan Kalimantan hanya bisa ditemukan secara eksklusif di pulau-pulau tersebut.
Pada kebanyakan kasus, kukang yang telah ditangkap dan dipelihara manusia menjadi tidak sehat. Kukang yang lama jadi peliharaan misalnya, hanya diberikan makan buah-buahan sehingga banyak ditemukan kukang yang kondisi tulangnya tidak sehat akibat kekurangan zat mineral.
IAR Indonesia mengaku 70 persen kukang yang direhabilitasi di fasilitasnya tidak bisa dilepasliarkan karena kondisinya yang buruk. Kini ada sekitar 134 ekor, termasuk Gipo, yang berada di dalam fasilitas IAR Indonesia.[rw/an]